John Bolton Sebut Trump “Intai dan Hentikan” Bitcoin – Mungkinkah?

113
Source: DW

Presiden Donald Trump perintahkan Menteri Keuangan Steve Mnuchin untuk fokus melarang Bitcoin, klaim John Bolton. Apakah memungkinkan?

Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton, merilis buku “The Room Where It Happened” yang salah satu isinya adalah menguak perkara bahwa Presiden Donald Trump sudah lama “mengintai” Bitcoin. Tepatnya di bulan Mei 2018, kala krisis perang dagang antara Tiongkok dan AS, Trump dilaporkan melayangkan perintah kepada Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin untuk menghentikan Bitcoin, apapun dan bagaimanapun itu.

“Don’t be a trade negotiator […] Go after Bitcoin [for fraud],” – Jangan jadi negosiator dagang, intai Bitcoin [karena kecurangan].

Begitulah kira-kira kutipan dari Buku John Bolton yang menggambarkan situasi Presiden Donald Trump memberi arahan kepada Menteri Keuangan Steve Mnuchin.

Setahun beselang, 12 Juli 2019, Trump melontarkan sebuah tweet bahwa dia bukanlah fan dari Bitcoin dan Kripto. Tak hanya itu, Presiden yang berasal dari Partai Republican ini, menambahkan bahwa Bitcoin bukanlah uang dan rawan akan “penyalahgunaan” seperti perdagangan narkoba dan aktifitas ilegal lainnya.

Siapa John Bolton?

Sekadar Intermezzo untuk mendapatkan gambaran secara utuh, drama terus berlajut. Semua itu secara tidak langsung mengonfirmasi tulisan John Bolton, dimana Ia menjadi pesakitan karena dipecat dari jabatannya oleh Presiden Trump setelah memberi saran untuk berperang dan agresi militer kepada Iran. Sebab, itu dapat menganggu elektabilitasnya dalam Pemilu 2020.

Meskipun pada bulan Februari Militer AS berhasil membunuh salah satu petinggi militer Iran. Perlu diketahui, John Bolton sendiri ialah Penasihat Keamanan AS yang telah melalangbuana di jabatannya, terakhir Ia menjabat di era Presiden George Bush tahun 2003 silam. Seakan-akan kuat intrik politik, John Bolton tidak pernah menjabat selama Obama berkuasa, dimana Obama menjadi endorse bagi Joe Biden, perwakilan dari partai demokrat, untuk Pemilu AS 2020 yang diselenggarakan pada bulan November tahun ini.

Berdasarkan semua fakta yang telah dipaparkan, sudah cukup menggambarkan bahwasanya Pemerintah AS sangat serius melawan Bitcoin dan Kripto. Tak heran, hingga kini khalayak ramai bertanya-tanya kenapa AS begitu serius melawan Bitcoin padahal US Dollar merupakan Mata Uang terkuat di Dunia. Berikut pemaparannya:

FIAT

Alasan ini sangat layak diperbincangkan karena pemerintah yang terlalu terpusat dalam alokasi kapitalnya (negara sosialis seperti Venezuela), mata uang lokal, FIAT, akan menjadi tidak relevan. FIAT sejatinya dicetak pemerintah dan tidak lagi 100% di back up emas. Kita percaya itu memiliki nilai karena negara mendikte kita untuk menanggapnya bernilai. Sehingga, sifatnya yang subjektif seperti itu berlaku pula pada Bitcoin yang memiliki fundamental yang jauh lebih brilian ketimbang FIAT.

Kontrolitas

Pemerintah mengontrol FIAT, dimana bank sentral dapat mencetak uang “modal angin” sekaligus menyusutkan nilai dari FIAT tersebut. Dalam penerapannya menggunakan kebijakan Moneter, atau Quantitative Easing. Otomatis, bank sentral bisa mendikte bagaimana uang ditransfer, membaca pergerakan uang, mendikte siapa yang diuntungkan dari pergerakan itu, memajak itu semua, dan membaca aktifitas kriminal. Sehingga, kebebasan privasi digital kita pun tergerus karenanya.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan dari Pemerintah, bukan bank sentral, untuk merestrukturisasi postur APBN. Uang tidak bisa sembarangan dicetak dan disirkulasikan karena mempengaruhi penyusutan nilainya, dan juga dapat menghambat investasi dimana itu mempengaruhi jumlah lapangan kerja hingga berapa persen pajak yang harus diterapkan. Sehingga, keberadaan Bitcoin bisa menjadi ancaman apabila kapital lebih memilih investasi alternatif yang lebih effisien.

Bitcoin Bisnis

Jika Bitcoin mencapai tahap adopsi massal, sistem perbankan yang sudah berdiri ratusan tahun pun turut tidak lagi relevan. Hal ini terdengar merdu bagi sebagian orang karena mereka bisa terbebasi dari perbudakan sistem, namun ini ibarat buah simalakama. Tanpa bank, bagaimana jika angsuran rumah dihack, kepada siapa kita melapor? Bagaimana kita mendapatkan bunga seperti deposito? Siapa yang menolong ketika transfer gagal atau ditipu?

Tanpa bank pula, akan banyak industri yang kolaps. Industri properti, saham, otomotif, kredit, dsb, sudah digadang-gadang akan tergerus apabila Bitcoin mainstream. Belum lagi banyak pekerjaan yang hilang dari perbankan, satpam, tukang parkir, teller, manager, fintech, platform investasi sampai lembaga keuangan pun bisa jadi korban karena transparansi nya membuat semua orang bisa terlibat. Di sini, pemerintah was-was akan status quo mereka mengontrol rakyat.

Namun, semuanya dapat menjadi peluang tersendiri ketika semuanya kolaps, free market pun benar-benar terjadi karena orang secara tidak langsung terinsentif oleh bitcoin model untuk menjadi seorang entrepreneur atau pebisnis. Karena Bitcoin sejatinya mengintegrasi kapital kita secara global.

Kriminalitas

Perdagangan narkoba, prostitusi, teroris, pencucian uang, penggelapan pajak, penipuan adalah dampak buruk yang terjadi apabila Bitcoin legal, dimana seperti Internet, semuanya dilakukan secara anonim.

Argumen sebaliknya muncul karena uang cash pun jauh sebelum Bitcoin ditemukan tahun 2009, digunakan untuk hal yang serupa dan sulit untuk ditracking. Sedangkan Bitcoin, mudah untuk ditrack sebagai validator dengan menjalankan Bitcoin node di laptop.

Lalu, setelah semua itu, apakah Bitcoin bisa dimatikan oleh pemerintah dan beberapa skenario yang mungkin terjadi? Berikut analisanya:

51% Attack

51% Attack adalah serangan siber yang terorganisir yang berhasil mengontrol mayoritas dari network mining Bitcoin. Jika itu terjadi, maka transaksi yang terjadi di Bitcoin network bisa “dimainkan.” Sedangkan, mekanisme Bitcoin model dari Bitcoin protokol, memberi insentif ekonomi bagi miner yang tidak bermain curang dengan mentriger double-spending (eksekusi transaksi yang sama berulang kali). Dan untuk menghadapi itu semua, si organisator harus mampu melawan konsumsi energi Bitcoin sebanyak 66.7 terawatt-hours per year.

Bitcoin Energy Consumption

Situasi tersebut akan semakin sulit dihadapi si organisator dimana Slushpool memiliki 200,000 penambang. Mereka memiliki 12% Bitcoin network. Asumsikan semua pool memiliki penambang yang serupa, estimasi lebih dari 1 juta individual yang menambang Bitcoin.

Total Hashrate Bitcoin

Pencurian Bitcoin

Selama Bitcoin terapresiasi secara nilai dari tahun ke tahun, secara implisit menunjukkan bahwa para pencuri diberi insentif untuk mencuri Bitcoin. Banyak metode penipun yang belakangan ini terjadi. Contohnya Youtube Stream giveaway scam, Telegram scam, Ethereum donation scam. Dan dari segi exchange, dimana Bitcoin mudah untuk didapat, exchange sekaliber Binance pun pernah dihack. Bahkan yang terbaru, harware wallet pun bisa terkena phising.

Namun, Bitcoin secara network adalah network teraman dan terkuat sepanjang masa. Para pencuri sampai saat ini masih belum bisa mencuri Bitcoin yang sudah ada di peredaran yakni sebanyak 18juta Bitcoin. Cara mengamankan Bitcoin yang paling aman adalah dengan mencatatkan private keys di atas kertas dan menghapalnya seumur hidup, dengan risiko amnesia dan Alzheimer.

Quantum Computer

Cara paling ampuh meredam Bitcoin adalah dengan memunculkan sistem protokol baru, yang digadang-gadang ampuh dari Quantum Computer. Dengan 54-qubit quantum prosesor, sistem tersebut bisa mengalahkan kepintaran sistem kriptografi Bitcoin (estimasi 1.8Mbit/sec). Sehingga, mereka bisa mengakses fund dari aset Bitcoin tersebut dengan hanya tau public keys nya, dengan catatan public keys tersebut telah mencatatkan transfer ke public keys yang lain.

Kendala lain dari Quantum Computer yang masih diveleop hingga kini, tidak hanya menghancurkan sistem kriptografi saja, namun juga dapat menghancurkan sistem enkripsi dan mobile banking. Mereka dapat mengakses langsung data-data digital kita seperti di sosmed hingga akses ke dokumen rahasia negara sekalipun, akan lebih mudah diakses apabila Artificial Intelegence menggunakan Quantum Computer sebagai senjata mereka.

Melarang Bitcoin

Mungkin pemerintah bisa membuat kebijakan hukum atas pemilik Bitcoin akan dipenjara. Apabila itu terjadi, keberadaan Bitcoin akan semakin langka yang berdampak pada harga terus meroket seperti peredaran ganja dan narkoba.

Masalah lain yang mucul adalah, negara mungkin bisa menutup exchange, tapi network terus berjalan. Negara mungkin tau pergerakan Bitcoin dari open channel, namun negara tidak tau dia mulai dianggap berapa. Sehingga, negara dihadapkan dilema, memajak Bitcoin, dimana itu secara tidak langsung melegalkannya, atau menlarang Bitcoin, dimana tidak ada insentif ekonomi untuk negara.

Untuk negara adidaya seperti AS, masih masuk akal apabila melarang Bitcoin karena itu dapat menghalau status hegemoni US Dollar mereka dimana itu menjadi aset cadangan devisa selain emas.

Namun, untuk negara miskin dan negara yang ekonominya diembargo, seperti Iran, Lebanon dan Venezuela, Bitcoin adalah satu-satunya solusi untuk bertahan dari sistem yang dzalim ini. Negara yang kena sanksi, rakyat yang kena imbasnya. Bayangkan rakyat tidak punya akses ke bank atau instrumen finansial, duit kertas tak ada lagi nilainya, dan harus menanggung hidup harian yang sama sekali tidak bisa mencukupi semua tanggungan.

Melarang Matematika

Senjata terakhir pemerintah untuk menghentikan laju percepatan akses Bitcoin adalah melarang matematika, atau dalam hal ini spesifik ke enkripsi. Masalah yang muncul seperti covid-19, dianggap sebuah peluang bagi regulator untuk menyusupi peraturan yang bersifat otoriter dengan dalih demi menyelamatkan kepetingan bersama. Seperti lockdown, device tracking, workload tracking misalnya, dimana itu semua melanggar HAM terkait privasi akan kebebasan individu.

Dalam hal melarang enksripsi, pemerintah bisa mengeksploitasi semua orang dengan cara menyadap informasi digital yang dimiliki semua orang. Ketimbang mencoba platform yang terdesentralisasi, justru mereka takut big tech, seperti Twitter, Facebook dan Google, ini menjadi negara digital yang baru. Sebagai contoh, Donald Trump yang berang seorang presiden diban twitnya oleh Twitter karena mengandung unsur hoax, padahal Twitter harus patuh atas peraturan pemerintah. Teknokrat di atas birokrat inilah yang membuat negara tidak punya pilihan lain selain melarang matematika dan enkripsi. Meski terdengar tak masuk akal, tapi begitulah realitanya.

Jadi, mungkinkah bitcoin dilarang? Mungkin saja. Tapi, pastikah Bitcoin dilarang? Belum tentu.

Sembari melihat pergerakan Trump vs Bolton yang mempengaruhi kebijakan, menarik melihat Bitcoin ke depan karena kita hidup dalam sejarah yang belum pernah ada.

DAFTAR DI BINANCE (Platform Trading Bitcoin Terbesar di Dunia)

JOIN TELEGRAM BITCOIN INDONESIA
(GRATIS SINYAL TRADING)